Ini Hal Penting dari Peraturan OJK untuk P2P Lending


Regulasi yang mengatur industri keuangan semacam  Peer to Peer Lending sudah disahkan pada 29 Desember 2016 lalu, OJK resmi mengeluarkan Peraturan OJK dengan nomor 77 / POJK.01 / 2016 khusus untuk financial technology yang beroperasi di bidang Peer to Peer Lending

Peer to Peer Lending yang marak akhir-akhir ini sebagai jenis investasi baru yang mulai ramai diadaptasi di Indonesia tentu harus memiliki peraturan yang mengikat otoritas terkait. Agar pengawasannya dapat mencakup keamanan dan kenyamanan pengguna. Berikut ini poin penting dari aturan P2P Lending. 

1. Maksimal 85% untuk Kepemilikan Saham Asing

Pertama-tama, Ojk mengatur industri P2P Lending dari segi pembatasan atas kepemilikan pihak asing terhadap industri P2P Lending. Peraturan OJK pada pasal 3 menyebutkan, pihak asing hanya boleh memiliki saham sebesar 85%.

2. Minimal Modal Sebesar Rp 2,5 Miliar 

Pada saat pendaftaran, OJK mengharuskan kepemilikan modal minimal Rp 1 miliar bagi perusahaan peer to peer lending. Pada saat mengajukan perizinan, jumlah modal yang dimiliki harus sudah naik menjadi Rp 2,5 miliar.

3. Nominal Maksimal Pinjaman dan Bunga yang Ditetapkan

OJK juga menerapkan batasan untuk nominal pinjaman dan bunga. Untuk nominal pinjaman, OJK membatasi nominal pengajuan pinjaman sebesar Rp 2 miliar.  Penyelenggara wajib mempublikasikan  tingkat suku bunga pinjaman,  metode penghitungan suku bunga yang digunakan, informasi mengenai dasar pertimbangan penetapan kategorisasi risiko (risk grade) dan pemeringkatan pinjaman yang menjadi landasan penentuan suku bunga.

4. Wajib Membuat Escrow Account

Dalam industri P2P Lending, suatu perusahaan tidak boleh menyentuh sepeser pun dana pinjaman yang mengalir dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman. Begitu pun sebaliknya. Perusahaan P2P Lending hanya boleh menerima komisi dari setiap transaksi pinjaman yang terjadi di dalam platform yang disediakan.

copyright © cekfintech.id 2024