Tingkat literasi keuangan yang tinggi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang agar terhindar dari masalah keuangan di masa depan. Kesulitan keuangan bukan disebabkan dari pendapatan semata (rendahnya pendapatan), kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan seperti kesalahan penggunaan kredit, tidak adanya perencanaan keuangan dan tidak memiliki tabungan. Sehingga memiliki literasi keuangan yang tinggi merupakan hal vital untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera.
Literasi keuangan (financial literacy) juga dapat dipahami sebagai pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola keuangan guna meningkatkan kesejahteraan. Empat hal yang paling umum dalam finansial literasi adalah penganggaran, tabungan, pinjaman, dan investasi (Remund, 2010).
Hasil survey oleh S&P Global Finlit yang dirilis oleh The Global Financial Literacy Excellence Center (GFLEC) menunjukkan bahwa ada 33.3% orang dewasa di dunia yang sudah terliterasi tentang keuangan. Artinya, ada 66,7 % yang belum terliterasi tentang keuangan dalam pemahaman yang dasar. Dari jumlah ini, sebagian besar berada pada kelompok negara berkembang.
Negara dengan tingkat literasi tinggi adalah Norway, Australia, Canada, Denmark, Finland, Germany, Israel, the Netherlands,Sweden dan the United Kingdom. Rata-rata 65% penduduk usia dewasa di negara-negara tersebut telah terliterasi tentang keuangan. Tiga negara dengan tingkat literasi keuangan paling tinggi adalah Norway, Denmark, dan Swedia, yaitu sebesar 71%. Indonesia di posisi 85 dunia, dengan tingkat literasi sebesar 32%.
Survey OJK tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan di Indonesia mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%. Rendahnya indeks tingkat literasi keuangan dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan berpotensi rentan terjerat layanan keuangan (fintech) illegal.