Riset pada 1000 responden di beberapa kota besar di Indonesia pada 2021 oleh Kadence International Indonesia menunjukkan bahwa masa pandemi COVID-19 meningkatkan transaksi keuangan digital. Keterbatasan mobilitas selama pandemi memaksa masyarakat mengadopsi transaksi digital dalam memenuhi kebutuhan harian, dan mengeksplorasi lebih dalam atas ragam layanan keuangan digital. Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi pembayaran digital meningkat dari Rp145 triliun di 2019 menjadi Rp205 triliun di 2020.
Antusias tinggi masyarakat ini dalam kondisi tertentu berpotensi memunculkan banyak kasus dalam praktik keuangan digital. Sepanjang tahun 2017 hingga 2020 tercatat ada 16.845 laporan tindak pidana penipuan siber yang masuk ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Polri, dan 5.000 laporan pengaduan tindakan penipuan (fraud) yang masuk ke website Kemkominfo setiap minggunya.
“Sejak Maret 2020, total pengaduan yang kami terima hampir 200.000 laporan fraud dengan media yang paling banyak digunakan adalah Whatsapp dan Instagram”, menurut Teguh Arifiyadi, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa saat lalu.
Social engineering (rekayasa sosial) menjadi modus kejahatan yang paling sering digunakan sepanjang 2021 ini. Rekayasa sosial umumnya terjadi saat korban kurang waspada hingga terpedaya memberikan data-data pribadinya seperti PIN atau password sehingga pelaku kejahatan bisa mengakses akun dan mengambil alih dana nasabah di bank.
Kondisi ini perlu diiringi dengan kesadaran masyarakat memahami perilaku aman dalam transaksi keuangan digital. Ada 8 perilaku aman yang perlu dimunculkan :